Di antara mereka ada Duhqan (seperti jabatan
lurah dikalangan persi dahulu) yang datang kemajlisnya dan bertanya,
Duhqan: “Wahai Abu Wa’ilah, bagaimana pendapatmu tentang minuman
yang memabukkan?”
Iyas : “Haram!”
Duhqan: “Dari sisi mana dikatakan haram, sedang ia tak lebih dari
buah dan air yang diolah, sedangkan keduanya sama-sama halal?”
Iyas : “Apakah engkau sudah selesai bicara, wahai Duhqan, ataukah masih
ada yang hendak engkau katakan?”
Duhqan: “Sudah, silahkan bicara!.”
Iyas : “Seandainya kuambil air dan kusiramkan kemukamu, apakah engkau
merasa sakit?”
Duhqan: “Tidak!”
Iyas : “Jika kuambil
segenggam pasir dan kulempar kepadamu, apakah terasa sakit?”
Duhqan: “Tidak!”
Iyas : “Jika kuambil
segenggam semen dan kulempar kepadamu apakah terasa sakit?”
Duhqan: “Tidak!”
Iyas : “Sekarang, jika
kuambil pasir, lalu kucampur dengan segenggam semen, lalu aku tuangkan air
diatasnya dan kuaduk, lalu kujemur hingga kering, lalu kupukulkan ke kepalamu,
apakah engkau merasa sakit?”
Duhqan: “Benar, bahkan bisa membunuhku.”
Iyas : “Begitulah halnya
dengan Khamr. Di saat kau kumpulkan bagian-bagiannya lalu kau olah menjadi
minuman yang memabukkan, maka dia menjadi haram.”
Shuwaru min Hayati Tabi’in, Mereka Adalah Para
Tabi’in (Edisi Indonesia). DR. Abdurrahman Ra’fat Basya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar