Sahabat
Tsabit bin Qais Al-Anshari
Tsabit
bin Qais adalah seorang sahabat, laki-laki mukmin dengan iman yang dalam,
bertaqwa dengan ketaqwaan yang bersih, sangat takut kepada Rabbnya, sangat
berhati-hati dalam segala perkara yang membuat Allah Subhana wa Ta’ala marah.
Jika
para delegasi datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk
membanggakan diri atau berdialog dengan lisan yang fasih dan lantunan kata yang
merdu mendayu, baik para khatib maupun para penyairnya. Maka tsabit maju
kedepan untuk menjawab para khatib mereka, sedangkan hassan bin tsabit meladeni
para penyairnya.
Suatu
hari Nabi Shallallahu ‘Alaihi waSallam meliahat Tsabit bin Qais Al-Anshari
bersedih dan berduka, kedua lututnya gemetar karena khawatir dan takut, lantas
Nabi Shallallahu ‘Alaihi waSallam bertanya kepadanya, “Ada apa denganmu
wahai Abu Muhammad?”
Dia
menjawab, “Aku takut telah berbuat celaka ya Rasulullah.”
Nabi
Shallallahu ‘Alaihi waSallam, “Mengapa?”
Dia
menjawab, “Allah Subhana wa Ta’ala melarang kami berharap dipuji dengan sesuatu
yang tidak kami lakukan, sementara aku adalah orang yang suka pujian. Allah
melarang kami bersikap sombong sedangkan aku adalah orang yang mengagumi
diriku.”
Lalu
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam menenangkan kecemasannya, sampai beliau
bersabda kepadanya, “Wahai Tsabit, apakah kamu tidak rela hidup dalam
keadaan terpuji, mati sebagai syahid dan masuk syurga?”
Wajah
Tsabit berbinar dengan berita gembira tersebut, dia berkata, “Ya wahai
Rasulullah, Ya wahai Rrasulullah.”
Lantas
Nabi Shallallahu ‘Alaihi waSallam bersabda, “Itu milikmu.”
Manakala
firman Allah Ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya
dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap
sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak
menyadari.” QS. Al-Hujurat:2 diturunkan, sejak itu Tsabit bin Qais
menjauh dari majlis-majlis Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam sekalipun
dia sangat mencintainya dan sangat berkeinginan mendatanginya, Tsabit diam di
rumahnya dan tidak pernah meninngalkannya kecuali hanya untuk shalat
berjama’ah. Rasululllah Shallallahu ‘Alaihi waSallam pun mencari Tsabit, Beliau bertanya, “Siapa yang hadir
membawa beritanya kepadaku.”
Maka
seorang laki-laki Anshar berkata, “Aku ya rasulullah.”
Laki-laki
anshar itu pergi ke rumah Tsabit, dia melihat Tsabit dalam keadaan berduka dan
bersedih, kepalanya tertunduk, laki-laki Anshar itu bertanya, “Mengapa dengan
dirimu wahai Abu Mehammad?”
Tsabit
menjawab, “Buruk.”
Dia
(laki-laki Anshar) bertanya, “Apa itu?”
Tsabit
menjelaskan, “Sesungguhnya kamu mengetahui aku bersuara tinggi, tidak jarang
suaraku mengalahkan tingginya suara Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam, semantara
ayat Al quran telah turun seperti yang telah kamu ketahui, aku tidak menyangka
sama sekali amalku telah batal dan aku akan menjadi penghuni Neraka.”
Laki-laki
Anshar itupun pamit dan menyampaikan jawaban Tsabit kepada Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi waSallam. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam
bersabda, “Pergilah kepadanya dan katakan, ‘kamu bukan penghuni Neraka
sebaliknya kamu adalah penduduk Syurga’.”
Sebuah
berita gembira besar kepada Tsabit diman dia mengharapkan kebaikan sepanjang
hayatnya.
Mereka
Adalah para Shahabat, DR. Abdurrahman Ra’fat Basya. Hal 354
Tidak ada komentar:
Posting Komentar