Semangat putra Al-Muzanni ini semakin membara untuk memperdalam ilmu. Hingga akhirnya sampailah pada suatu titik yang menakjubkan yang dikendaki Allah Subhana wa Ta’ala. Sehingga orang-orang tua pun menaruh hormat kepadanya, belajar darinya meskipun beliau masih sangat belia.
Pada suatu tahun, ketika Abdul Malik bin Marwan
mengunjungi Bashrah sebelum menjadi khalifah, dia melihat Iyas yang masih
remaja dan belum lagi tumbuh kumisnya berada paling depan sebagai pemimpin,
sedangkan dibelakangnya ada empat orang qurra’ (penghafal Al-Quran) yang sudah
berjenggot panjang yang sudah berpakaian resmi berwarna hijau. Maka Abdul Malik
berkata: “Celaka benar orang-orang berjenggot ini, apakah disini tak ada lagi
orang tua yang bisa memimpin, sampai anak sekecil ini dijadikan pemimpin
mereka?” Lalu dia menoleh kepada Iyas dan Bertanya: “Berapa usiamu wahai anak
muda?”
Iyas menjawab: “Usiaku sama dengan usia Usamah
bin Zaid saat diangkat Rosulullah Shallahu ‘alaihi waSallam sebagai panglima
pasukan yang didalamnya ada Abu Bakar dan Umar RadhiAllahu ‘anhuma wahai amir
–semoga Allah Subhana wa Ta’ala memanjangkan umur anda- .” Abdul Malik berkata:
“Kemari, kemarilah wahai anak muda, semoga Allah memberkatimu.”
Kemudian, di suatu tahun, orang-orang keluar
mencari hilal Ramadhan yang dipimpin lansung oleh sahabat utama Anas bin Malik
Al-Anshari. Ketika itu beliau telah berusia senja dan hampir mencapai 100
tahun..
Orang-orang memperhatikan seluruh penjuru
langit, namun tidak melihat apa-apa dilangit.
Akan tetapi Anas terus
mencari-cari dan berkata: “Aku telah melihat hilal!” Sambil menunjuk dengan
tangannya kelangit, padahal tidak seorangpun melihatnya selain beliau.
Ketika itu, Iyas memperhatikan Anas RadhiAllahu
‘anhu, ternyata ada sehelai rambut panjang yang berada di alisnya hingga
menjulur dipelupuk matanya. Dengan santun Iyas meminta izin untuk merapikan
rambut Anas yang menjulur itu, lalu bertanya: “Apakah anda masih melihat hilal
itu sekarang, wahai shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi waSallam?”
Anas RadhiAllahu ‘anhu: “Tidak,aku tidak
melihatnya... aku tidak melihatnya....”
Shuwaru min Hayati Tabi’in, Mereka Adalah Para
Tabi’in (Edisi Indonesia). DR. Abdurrahman Ra’fat Basya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar