Tempat
tinggal Salamah bin Dinar adalah madrasah yang cocok bagi siapapun yang ingin
menuntut ilmu dan menghendaki kebaikan. Tidak ada bedanya baik saudara ataupun
muridnya.
Pernah
suatu ketika Abdurrahman bin Jarir datang bersamaanaknya. Keduanya mengambil
tempat duduk disisi belaiu dan memberi salam kemudian mendo’akan kebahagiaan
dunia dan akhirat untuk beliau.
Kedua
disambut oleh Abu Hazim dan beliau membalas dengan salam yang lebih baik.
Kemudian terjadilah perbincangan diantara mereka.
Abdurrahman : “Wahai Abu Hazim, bagaimana anda mendapatkan
hati yang hidup itu?”
Abu
Hazim : “Dengan membersihkan diri
dari dosa-dosa besar. Bila seorang hamba bertekad meninggalkan dosa, maka
terbukalah baginya kehidupan hati. Jangan pula dilupakan, wahai abdurrahman,
sedikit dari dunia ini melalaikan banyak dari akhirat kita. Dan setiap nikmat
yang tidak mendekatkan engkau kepada Allah, Maka itu menjadi siksa bagimu.”
Putra
Abdurrahman : “Guru kita amatlah
banyak. Lalu siapakah diantara mereka yang harus kita jadikan teladan, Wahai
ayah?”
Abdurrahman : “Wahai putraku, ambillah teladan dari mereka
yang takut kepada Allah dalam keadaan sembunyi, mereka yang menahan diri dari
keburukan, membenahi diri dimasa muda dan tidak menunda hingga datang hari
tuannya. Ketahuilah wahai anakku, tidak ada satu hari dimana matahari terbit
kecuali datang kepada penuntut ilmu tersebut nafsu dan ilmunya. Keduanya saling
berlomba untuk mengalahkan didalam dirinya. Bila ilmunya yang menang atas
nafsunya, maka itulah hari keberuntungan baginya. Tetapi bila nafsunya yang
mengalahkan ilmunya, maka itulah hari kerugiannya.”
Kemudian
Abdurrahman menoleh kepada Abu Hazim sambil berkata : “Wahai Abu Hazim,
seringkali kita memperoleh sesuatu yang harus kita syukuri, lantas bagaimana
hakikat syukur itu?”
Abu
Hazim : “Untuk setiap bagian dari
tubuh kita adalah syukur.”
Abdurrahman : “Bagaimana cara mensyukuri kedua mata kita?”
Abu
Hazim : “Bila melihat kebaikan engaku
menyebarkannya, dan bila melihat keburukan, engkau menutupinya.”
Abdurrahman : “bagaimana cara bersyukur dengan kedua
telinga kita?”
Abu
Hazim : “Bila mendengar kebaikan
engkau tersadar, dan bila mendenganr kejahatan, engkau menutupinya.”
Abdurrahman : “Bagaimana syukurnya kedua tangan?”
Abu
Hazim : “Jangan gunakan untuk
mengambil yang bukan hakmu dan jangan kau pakai untuk menghalangi hak-hak Allah
Subhana wa Ta’ala. Jangan lupa wahai Abdurrahman, bahwa siapa yang membatasi
syukurya hanya dengan lidahnya tanpa menyertakan anggota badannya, maka dia
seperti seseorang yang memiliki pakaian yang hanya dibawa dengan tangannya namu
dia tidak memakainya. Maka dia tidak bisa terhindar dari trik matahari dan hawa
dingin.”
Bersambung . . . .
________________________________________________________________
Shuwaru
min Hayati At-Tabi’in. Edisi Indonesia “Mereka Adalah Para Tabi’in”. DR.
Abdurrahman Ra’fat Basya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar